Belajar dari Jari-jari Tangan
Oleh : H. Ahmad Dzaki, MA
Dalam
kehidupan ini banyak profesi yang bisa dilakukan, sebagai guru, petani,
nelayan, pedagang, wartawan dan lain sebagainya. Masing-masing profesi
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Sayangnya,
kadang kita suka membanggakan profesi kita lebih baik dari yang lain,
bahkan ada yang sampai takabbur (sombong) karena berprofesi tertentu.
Padahal,
Allah SWT sudah mengingatkan dalam firman-Nya yang artinya,
''Katakanlah, masing-masing kalian berbuat sesuai dengan kemampuannya.''
Rasulullah
saw juga sudah mengingatkanا yang artinya, ''Jika suatu urusan
diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, tunggulah saat
kehancurannya.''
Saat ini, yang terbaik adalah kita lakukan
tugas dan pekerjaan kita dengan sebaik-baiknya. Tunjukkan prestasi kita
dalam pekerjaan tersebut dan harus professional. Jangan merasa lebih
baik dari orang lain.
Dialog berikut ini mungkin bisa jadi
pelajaran. Suatu hari terjadi perdebatan antara jari-jari tangan. Jari
jempol berkata: saya adalah jari yang paling hebat, karena kalau majikan
saya mengatakan sesuatu yang bagus, sayalah yang di acung-acungkan
sambil mengatakan: bagus…bagus…bagus.
Mendengar hal ini, jari
telunjuk berkata: ''Siapa yang bilang jari jempol lebih hebat, sayalah
yang paling hebat, kalau majikan saya menunjuk sesuatu, sayalah yang
digunakan, sayalah jari yang paling terhormat.
Jari tengah angkat
bicara, ''Hai kalian diam semua. Sayalah jari yang paling mulia.
Lihatlah posisi saya! Di sebelah kanan, diapit jari telunjuk dan jempol
dan di sebelah kiri, diapit jari manis dan kelingking. Sayalah yang
paling mulia.
Jari manis tak mau kalah. Dia berucap, ''Saya dong
yang paling terhormat. Coba kamu lihat, kalau majikan saya membeli
cincin berlian yang harganya mahal, pasti cincin itu dipakaikan di jari
manis. Tandanya, saya lah yang paling terhormat.
Jari kelingking
berucap belakangan, ''Semua salah. Sayalah yang paling hebat. Walaupun
bentuk saya kecil dan letaknya paling akhir, saya mempunyai fungsi yang
sangat besar.''
Kalau hidung atau telinga majikan saya kotor,
kata jari kelingkiing, ''Sayalah yang diberikan kehormatan
membersihkannya. Tandanya, saya mendapat perlakukan istimewa dari
majikan saya.''
Masing-masing jari berdebat, menonjolkan
keistimewaan masing-masing, tak ada mau mengalah. Bila kita analisa,
sifat merasa diri paling hebat, paling benar dan paling segala-galanya
adalah sifat Iblis laknatullah alaih. (Allah melaknatnya).
Jauhilah
sifat merasa paling baik, merasa paling hebat, merasa paling mulia dan
lain sebagainya karena itu adalah sifat-sifat Iblis. Na'udzubillah.
Belajarlah
dari perdebatan jari-jari tadi. Seandainya jari-jari bersatu, benda
seberat apapun dengan mudah dapat terangkat. Bila jari-jari bercerai
berai, benda ringan dan kecil pun tidak akan mudah diangkat.
Mudah-mudahan
para pemimpin kita bisa belajar dari jari-jari tangan. Mudah-mudahan
mereka mau bersatu untuk menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa.
Hanya
dengan persatuan dan ukhuwah yang erat, beban yang paling berat
sekalipun akan dapat diselesaikan dengan baik, semoga. Wallahu 'alam
bish-shawab.
Sumber: Republikaonline
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar